Rabu, 02 Maret 2022

HARAPAN UNTUK PGRI

 


HARAPAN UNTUK PGRI




Oleh : 
Himawan Susrijadi, S.Pd.,M.Pd.
Kepala SMP Negeri 40 Purworejo



Salah satu kriteria jabatan profesional adalah mempunyai wadah untuk meyatukan gerak langkah dan mengendalikan keseluruhan profesi, yakni organisasi profesi. Guru merupakan salah satu jabatan profesi, seperti halnya dokter. Bagi guru-guru di negara kita, wadah ini telah ada sejak lama yang dinamai Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). PGRI lahir pada 25 November 1945, 100 hari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI diawali dengan adanya Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932.

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai organisasi profesi terbesar yang dimiliki oleh guru di Indonesia adalah organisasi yang sangat ideal dan tepat sebagai wadah meningkatkan profesionalisme guru, mengatasi berbagai masalah yang dihadapi para guru serta memperjuangkan nasib guru dan pendidikan pada umumnya. Agar guru dan tenaga kependidikan dapat berperan maksimal dalam menjalankan fungsinya, mereka perlu didukung, dibantu, didorong dan diorganisasikan dalam suatu wadah yang dinamis, prospektif, dan mampu menjawab tantangan masa depan.

Salah satu tujuan PGRI adalah mempertinggi kesadaran, sikap, mutu, dan kegiatan profesi guru serta meningkatkan kesejahteraan mereka. Empat misi utama PGRI, yaitu: Misi politis/ideologi, Misi persatuan organisatoris, Misi profesi, dan Misi kesejahteraan.

Berbicara tentang PGRI masa kini, sepertinya organisasi ini sedang mengalami sakit, tepatnya sakit stroke. PGRI mengalami krisis fungsi sebagai suatu organisasi yang besar, yang tidak hanya menghimpun para guru, namun juga menjadi tempat para guru untuk �curhat� dan meminta solusi atas keluhan-keluhan yang mereka alami.

Realita ini dibuktikan dengan fakta-fakta yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Di suatu daerah, guru harus merelakan sedikit gajinya untuk organisasi ini setiap bulannya. Meskipun hanya sedikit tapi jika dikalikan dengan begitu banyaknya guru yang ada di suatu daerah tersebut setidaknya sudah bisa melaksanakan suatu kegiatan untuk bimbingan teknis (BIMTEK) mengenai kurikulum atau kegiatan yang mampu menunjang mutu guru. Namun, pada kenyataannya guru teralienasi dengan keadaan ini. Mereka menjadi seperti orang bodoh pada saat ada pembaharuan pembelajaran atau perubahan dalam kurikulum. Katakanlah ketika ada tuntutan untuk membuat perangkat pembelajaran terbaru sesuai dengan perubahan kurikulum, guru-guru tidak tahu apa-apa dikarenakan tidak ada bimbingan sebelumnya. Ketika ada pemeriksaan mereka hanya bisa bilang "kami tidak tahu itu" , apalagi guru-guru yang mengajar di desa-desa mereka tidak tahu tentang hal ini.

PGRI juga terbukti tidak mampu mengakomodir para guru yang terdiskriminasi akibat situasi-situasi politik yang menjebak mereka, mulai dari kepangkatan mereka dan kecurangan-kecurangan Ujian Nasional yang membuat guru sebagai jabatan profesi semakin terpuruk dan tidak dihargai dimasyarakat. PGRI sampai saat ini masih mengandalkan pihak pemerintah, misalnya dalam merencanakan dan melakukan program-program penataran guru serta program peningkatan mutu lainnya. PGRI belum banyak merencanakan dan melakukan program kualifikasi guru, atau melakukan penelitian ilmiah tentang masalah-masalah profesional yang dihadapi oleh para guru dewasa ini. Kebanyakna kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan mutu profesi biasanya dilakukan bersamaan dengan kegiatan-kegiatan ulang tahun atau kongres PGRI

Organisasi profesional di bidang pendidikan lain yaitu Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), yang saat ini mempunya divisi-divisi antara lain: Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI), Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HISAPIN), Himpunan Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia (HSPBI), dan lain-lain. Hubungan formal antara organisasi-organisasi ini dengan PGRI masih belum tampak secara nyata sehingga belum didapatkan kerja sama yang saling menunjang dan menguntungkan dalam peningkatan mutu anggotanya. Sebagian anggota PGRI yang sarjana mungkin menjadi anggota salah satu divisi ISPI, tetapi tidak banyak anggota ISPI staf pengajar di LPTK yang juga menjadi anggota PGRI. Namun yang terjadi, kepengurusan organisasi PGRI tak lebih dari kumpulan kepala sekolah yang mengisi struktur keorganisasian PGRI terutama di daerah-daerah.

Agar tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dapat terwujud, PGRI dan organisasi pendidikan lainnya harus dapat bekerjasama dalam merancang program-program untuk meningkatkan mutu guru dan peserta didik. Khususnya di daerah, hendaknya PGRI lebih produktif dalam urusan peningkatan mutu guru, karena masih banyak guru-guru di daerah yang buta dengan perubahan kurikulum dan inovasi pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan melakukan bimbingan teknik (Bimtek) kurikulum untuk para guru. Kemudian Lembaga perguruan tinggi yang melahirkan tenaga-tenaga pendidik juga turut andil bekerjasama dengan PGRI dalam peningkatan mutu tenaga pendidik. Keterlibatkan alumni perguruan tinggi juga diperlukan, yaitu dengan cara menjalin komunikasi dengan perguruan tingginya mengenai hal-hal baru yang berkaitan dengan inovasi dunia pendidikan. Selain itu yang perlu dibenahi dalam struktur keorganisasian PGRI di daerah yang jabatannya banyak diisi oleh para kepala sekolah, sehingga distribusi aspirasi kurang optimal.

Hal yang baru saja dilakukan PGRI dan perlu mendapatkan dukungan yaitu PGRI menjalin kerja sama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka menyamakan persepsi dalam menangani persoalan yang menimpa guru, pembahasan naskah nota kesepahaman sebaiknya dibahas bentuk kerja sama yang meliputi perlindungan hukum, profesi, dan kenyamanan kerja. Selain itu, pendidikan serta latihan, tukar-menukar informasi, dan sosialisasi kebijakan. Perkara guru mendisiplinkan siswa di sekolah dengan tujuan mendidik sering disalah-artikan sebagai tindak kekerasan. Akibatnya, guru selalu disalahkan dan mudah dipidanakan. Posisi guru sering lemah ketika berhadapan dengan hukum. Saat ini telah dibentuk Dewan Kehormatan Guru PGRI di tingkat kabupaten/kota. Selain itu, ada juga lembaga konsultasi bantuan hukum PGRI untuk mendampingi guru-guru yang bermasalah secara hukum, baik terkait profesinya maupun persoalan pribadi.

Diharapkan kedepan PGRI sebagai wadah silaturahmi dan berbagi para tenaga pendidik bisa menunjukkan lebih eksistensinya demi kemajuan pendidikan berkualitas di daerah. Sebagaimana diketahui, PGRI sebagai salah satu organisasi profesi yang dilindungi undang-undang, memiliki tanggungjawab moral meningkatkan profesi guru. PGRI memiliki peran penting dalam mengoptimalkan peran serta guru dalam rangka menuju tujuan pendidikan. PGRI perlu membina guru-guru yang inovatif dan kreatif dalam mengembangkan kurikulum di sekolah agar tidak menjadi guru yang konsumtif kurikulum. Guru yang kreatif akan membawa suasana belajar yang kondusif, sehingga siswa menjadi bergairah dalam belajar. Guru yang inovatif adalah guru yang selalu mencari hal-hal yang baru dalam proses transfer ilmu dan membentuk karakter. Sehingga, harkat guru sebagai jabatan profesi mendapatkan penghargaan yang tinggi seperti halnya guru-guru yang ada di negara tetangga kita Malaysia yang sebelunya merupakan anak didik bangsa ini.

Purworejo, 2 Maret 2022

HIMAWAN SUSRIJADI, S.Pd.,M.Pd.

  GURU PERLU AKTIF BERLITERASI Oleh : HIMAWAN SUSRIJADI, S.Pd.,M.Pd. Kepala SMP Negeri 12 Purworejo KURIKULUM Merdeka adalah kurikulum denga...